{ KODE IKLAN ADSENSE 300x250 )
Memang kita perlu mengetahui bahwa kondisi ibu hamil ini berbeda-beda. Ada yang mampu melaksanakan puasa dan ada yang tidak.
Namun sebaiknya dicoba dahulu untuk berpuasa ketika hamil dan menyusui, jangan langsung tidak berpuasa tanpa mencoba terlebih dahulu atau hanya sekedar kekhawatiran saja, padahal sejatinya ia mampu.
Jika kekhawatiran itu ada indikasinya, misalnya mual-muntah hebat selama hamil maka tidak perlu memaksakan mencoba berpuasa, ia termasuk yang mendapat udzur, yaitu orang yang sakit (moring scikness). Terlebih lagi ada anjuran dari dokter yang terpercaya agar dia sebaiknya tidak berpuasa.
Jika mencoba berpuasa dalam keadaan hamil dan menyusui:
- Jadwal makan tetap diatur tiga kali yaitu berbuka, pertengahan malam dan sahur
- Atau sering makan tetapi sedikit-sedikit
- Perbanyak minum dan minuman bergizi
- Tetap beraktifitas seperti biasa dan jangan hanya tidur-tiduran saja
Sebuah kisah nyata yang dituturkan oleh dr. Raehanul Bahraen melalui muslimafiyah.com. Ia membuat perbandingan saat istrinya puasa dalam kondisi hal dan tidak pada kehamilan anak pertama dan kedua.
“Hamil pertama: Istri saya saat hamil 7-8 bulan berpuasa Ramadhan pada kehamilan itu hanya berbuka dua hari atau beberapa hari.
Hamil kedua: Istri saya hamil 8-9 bulan ketika Ramadhan, alhamdulillah ketika melahirkan masih dalam keadaan berpuasa jam 11 siang karena tidak sempat berbuka dan sangat lancarnya proses melahirkan yang cepat (hanya kurang dari 5 menit langsung melahirkan, alhamdulillah).
Alhamdulillah semuanya sehat, Jadi apabila tidak ada indikasi atau nasehat dari dokter untuk tidak berpuasa maka berpuasa lebih baik. Wallahu a’lam.”
Nah, bagaimana sih hukum puasanya ibu hamil dan menyusui ini?
Bagi wanita hamil dan menyusui yang khawatir dengan bayinya, apakah harus mengqadha setelah melahirkan dan setelah menyusui? atau membayar fidyah saja? Ulama berselisih pendapat dalam hal ini, dan ada beberapa pendapat:
- Mengqadha puasa saja setelah melahirkan atau setelah menyusui
- Hanya membayar fidyah saja
- Mengqadha dan juga sekaligus membayar fidyah
Dari beberapa pendapat tersebut Anda silahkan memilih mana yang lebih kuat pendapatnya dan lebih menenangkan hati.
Adapun kami lebih memilih pendapat berikut:
- Jika Ibu hamil dan menyusui mampu berpuasa, maka sebaiknya berpuasa
- Jika tidak mampu berpuasa, setelahnya bisa menqadha (setelah melahirkan atau menyusui)
- Jika tidak mampu menqadha, maka membayar fidyah saja
Contoh kasusnya:
Ketika sedang hamil, kemudian tidak bisa berpuasa hampir sebulan karena mual-muntah hebat (morning sickness) dia boleh tidak berpuasa dan mencoba menqadha setelah melahirkan (ketika menyusui)
Ketika menyusui juga tidak bisa berpuasa, karena merasa lemas sehingga tidak bisa mengurus bayi atau air susu jadi sedikit, boleh tidak berpuasa dan mencoba menqadha setelah menyusui
Jika masih juga tidak bisa mengqadha setelah menyusui ternyata hamil lagi dan ketika hamil dia juga tidak mampu berpuasa lagi, maka cukup bayar fidyah
Bisa kita bayangkan seorang ibu dengan kasus di atas, tahun pertama selama Ramadhan mungkin punya hutang puasa sebulan penuh, kemudian selama dua tahun menyusui jika tidak mampu, punya hutang qadha dua tahun juga (total tiga tahun dan 3 bulan Ramadhan harus dibayar dengan qadha).
Ternyata setelah selesai menyusui ia hamil lagi (bahkan ada yang belum selesai dua tahun menyusui sudah hamil lagi), maka kapan dia qadha puasanya yang sudah menumpuk? Karenanya ada pendapat ulama yang membolehkan fidyah saja berdasarkan dalilnya.
Semoga saat ini Anda yang sedang hamil dan menyusui dimudahkan untuk menjalai puasa Ramadhan dan menunaikan ibadah kepada Allah. Amiin.
Sumber: postshare